Liputan 27 – “Target yang hendak dicapai dari Masa Prapaskah adalah perubahan hati,” tegas Romo Tomas Tjaya, SJ saat memimpin ibadah Rabu Abu di STT Jakarta, Rabu silam (18/02). Menurut dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini, masa Prapaskah seharusnya bukan hanya diisi dengan aksi berpantang yang terlihat di luar, tetapi harus diikuti dengan pertobatan dari dalam atau pertobatan hati. Jika hal ini sudah diupayakan, tentu pertobatan dan perubahan hati ini akan tampak di luar.
Rabu Abu merupakan hari raya bagi umat Kristiani, baik Katolik maupun Protestan, yang menjadi penanda dimulainya masa Prapaskah memang menjadi saat yang tempat untuk menengok ke dalam diri masing-masing untuk melakukan introspeksi. Bahkan menurut Romo Tomas, Rabu Abu merupakan saat yang paling penting. Pada momen Rabu Abu, umat diajak untuk mengingat siapa jati diri manusia sesungguhnya. Untuk itu pada saat prosesi menorehkan abu di dahi, umat diajak untuk saling mengingatkan, “Engkau adalah debu dan kembali menjadi debu.”
Ibadah yang dimulai pukul 11.30 ini termasuk ibadah rutin yang dilakukan setiap tahunnya. Tahun ini, hari raya Rabu Abu bertepatan dengan malam sebelum Tahun Baru Imlek. Namun, antusias civitas akademika dan para sahabat STT Jakarta untuk mengikuti ibadah ini masih cukup besar. Terlihat hampir semua kursi kosong di Kapel STT Jakarta terisi penuh saat ibadah ini dilangsungkan. (XND)