Liputan 27, Jakarta – Sebuah kesukacitaan tersendiri ketika mahasiswa STT Jakarta diberikan kesempatan untuk menghirup udara segar, menikmati segarnya angin pagi, terlebih lagi ketika datang kesempatan untuk melupakan sejenak tugas-tugas kuliah yang berhasil melatih mahasiswa untuk duduk berjam-jam di depan layar.
Bulan Oktober merupakan bulan kebahagiaan bagi angkatan 2014 sebab pada tanggal 23-24 Oktober 2015, STT Jakarta kembali mengadakan Retreat di Lembur Pancawati. Tempat yang sudah tidak asing ini tidak lagi memberikan kesan canggung layaknya retreat tahun lalu. Tim Retreat memberikan mahasiswa kebebasan untuk menikmati tempat tersebut. Masing-masing tentunya memiliki caranya sendiri untuk menikmati sekaligus merayakan kebebasan yang akan berlangsung dua hari ini. Sebagian mahasiswa menikmati pemandangan sambil minum teh hangat, ada yang memilih untuk bernyanyi dengan teman-teman, berfoto, dan kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya.
Tim Retreat tahun ini diwakilkan oleh 4 orang. Tiga diantaranya merupakan narasumber yang akan membawakan sesi dalam dua hari ini. Dalam sesi yang pertama, Sally Neparassi membawakan sesi Intimacy. Mahasiswa diajak untuk membentuk kelompok kecil yang berjumlah maksimal 5 orang. Dalam kelompok kecil tersebut, anggota dalam kelompok diberikan kesempatan untuk menceritakan kesan pribadinya terhadap anggota yang lain. Dalam proses tersebut, kelompok dituntut untuk saling terbuka dan jujur. Setelah berproses melalui percakapan singkat, masing-masing mahasiswa diberikan kesempatan untuk menulis atau menggambar apapun. Sesi pertama direspon secara positif. Tulisan dan gambar yang ada pun beragam. Masing-masing memiliki kesan tersendiri melalui proses yang sudah terjadi.
Sesi kedua dibawakan oleh Binsar Pakpahan. Sebagai pembuka, mahasiswa ditugaskan mengarang sebuah syair lagu yang mampu mendeskripsikan salah satu anggota kelompok lain. Hal yang istimewa bukan kemampuan menebak, melainkan aturan yang ditetapkan. “Tidak boleh tentang kelemahan, tidak boleh tentang fisik,” ujar Binsar. Peraturan tersebut berhasil menarik perhatian beberapa mahasiswa. “Hal yang paling membuat hati saya luruh yaitu ketika Bang Binsar membuat peraturan tidak boleh menyinggung fisik atau kejelekan-kejelekan,” ujar Fransisco. Sesi tersebut kemudian dilanjutkan dengan membasuh kaki. Setiap mahasiswa berproses untuk merendahkan diri dan melayani.
Sesi yang ketiga dibawakan oleh Grice dalam Meditative Dance. Sesi tersebut mengajarkan pentingnya mengolah nafas dan efek yang dapat dihasilkan. Dalam proses tersebut, mahasiswa seolah-olah sedang berada pada tahap mengosongkan diri dan merefleksikan proses yang sedang berlangsung. Kegiatan setiap tahun (baca: retreat) bukan lagi dimaknai sebagai rutinitas, melainkan lebih kepada kebutuhan mahasiswa STT Jakarta, khususnya 2014 untuk berproses menjadi sahabat sekaligus keluarga. (SM)