Liputan 27, Jakarta – Pada Sabtu (06/02) yang lalu, sebanyak 22 mahasiswa-mahasiswi dari Kelas Pendidikan Kristiani dalam Gereja dan Masyarakat Majemuk (PKdGMM) mengikuti kelas PKdGMM di Madrasah Nurul Ikhlas, Muara Baru. Kedua dosen pengampu, Pdt. Mulyadi dan Erich von Marthin mengajak keduapuluhdua mahasiswa-mahasiswi untuk mengamati sebuah aksi sosial, hasil kerjasama Komisi Pemuda GKI Muara Karang dengan Yayasan Pendidikan Nurul Ikhlas. Beberapa pemuda dari GKI Muara Karang mengajar Bahasa Inggris dan Matematika untuk anak-anak tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI/SD) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs/SMP).
Beberapa mahasiswa-mahasiswi terlihat antusias mengamati setiap proses yang ada, termasuk ketika diberi kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan Ustad Hamdi, pendiri sekaligus kepala madrasah tersebut. Mereka kagum sekaligus heran melihat perjuangan Ustad Hamdi dalam membangun madrasah di sana dan bagaimana GKI Muara Karang mau ikut menjalin kerjasama dengan madrasah. “Kami bersahabat [Pdt. Mulyadi dan Ustad Hamdi] sejak lama, untuk kemanusiaan kami senyawa, meski kami tidak seagama,” tutur Ustad Hamdi ketika memperkenalkan dirinya.
Motivasi yang dimiliki Ustad Hamdi ketika memutuskan untuk mendirikan madrasah ini hanyalah agar tidak ada satupun anak-anak di daerah itu yang tidak bersekolah. Hal juga yang didukung oleh GKI Muara Karang agar dapat diwujudkan. Kerjasama tersebut pada akhirnya membawa pemahaman dan relasi yang baik mengenai hubungan antaragama. Ustad Hamdi menjadi teladan juga mengajarkan kepada masyarakat sekitar, termasuk para pemimpin agama untuk membangun relasi yang lebih baik lagi dengan agama yang berbeda dengan mereka. Ustad Hamdi mengajak setiap masyarakat, juga mahasiswa-mahasiswi STT Jakarta untuk sama-sama membangun persahabatan dengan mereka yang berbeda keyakinan, sekaligus fokus kepada masalah-masalah kemanusiaan yang menuntut setiap umat beragama untuk melakukan kebaikan bagi sesamanya.
Yayasan Pendidikan Nurul Ikhlas menyelenggarakan pendidikan di tingkat Raudatul Athfal (RA/TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI/SD), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs/SMP). Meski bangunan permanen dua lantai sudah tegak berdiri, namun fasilitas di dalamnya terlihat kurang memadai. Masih banyak peningkatan dari segi fisik maupun kegiatan belajar mengajar yang dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas naradidik di tempat itu. Harapan Ustad Hamdi saat ini, mereka dapat menyelenggarakan pendidikan tingkat Madrasah Aliyah (MA/SMA). “Rata-rata anak-anak lepas SMP bingung mau ke SMA mana, bahkan banyak yang tidak lanjut ke SMA karena banyak faktor,” ujar Ustad Hamdi menjelaskan. (XND)