Berbicara mengenai kerapuhan, menurut Isabella Novsima Sinulingga, M.St. beberapa orang terkadang sulit menerima bahwa dirinya rapuh, tidak sekuat apa yang dipikirkan. Rapuh seringkali diidentifikasikan sebagai konotasi negatif yang cenderung dihindari, kalau bisa jangan sampai terjadi. Kebanyakan orang takut menjadi rapuh karena stigma negatif yang melekat dengan kerapuhan tersebut.
Stigma negatif tersebut antara lain adalah pandangan mengenai kerapuhan seperti sakit mental (mental illness), yang dianggap banyak orang sebagai akibat dari kurang beriman. Oleh karena itu sakit mental dipandang harus dihindari dengan cara memperkuat iman. Dalam kuliah umum dengan judul “Teologi kerapuhan dan kesehatan mental” ini, Isabella menyampaikan, sebetulnya kesehatan mental justru dapat dijaga dengan merengkuh kenyataan bahwa kita adalah ciptaan yang rapuh, mampu terluka dan melukai. Dengan begitu kerapuhan justru membuka ruang bagi kita untuk dapat saling menyembuhkan bagi sesama.

Sesi kedua dibawakan oleh Pdt. Dr. Lazarus H. Purwanto dan Pdt. Marya Sari Hartati, S.Si.Teol, dengan judul Dari Viveka ke DNA. Ide dari materi ini berasal dari pertemuan Viveka yang diadakan STFT Jakarta pada 28 Februari 2017, mengenai “Menemukan DNA gereja“ yang dibawakan oleh Pdt. Dr. Lazarus H. Purwanto.
Dari pertemuan tersebut, Pdt. Marya kemudian merasa bahwa jemaat yang dilayaninya, GKJ Joglo, perlu menemukan DNA-nya demi pembangunan kehidupan dan pelayanan di gereja itu. Oleh karena itu, dalam kuliah umum ini, Pdt. Lazarus pertama-tama akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan DNA jemaat serta kegunaannya bagi pembangunan dan transformasi kehidupan dan pelayanan jemaat. Kemudian Pdt. Marya akan menceritakan bagaimana praktik itu direncanakan dan dilaksanakan, serta bagaimana hasil temuannya dan kegunaannya bagi kehidupan dan pelayanan GKJ Joglo

Link Video dapat dilihat di: https://youtu.be/BfOCUWvBM5g

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *