Senin, 22 Maret 2021, kuliah umum kala dan kalam kembali diadakan. Kuliah umum bulanan ini diadakan satu kali dalam sebulan, yaitu pada minggu keempat bulan tersebut. Sama seperti kuliah umum sebelumnya, kuliah umum kali ini juga tetap diadakan via online melalui ruang zoom meeting. Kuliah umum ini terbuka untuk masyarakat umum, jadi siapa saja boleh menjadi bagian dalam kuliah ini asalkan sudah mendaftar di link yang telah disediakan oleh fasilitator.

Kuliah umum kali ini dibawakan oleh 2 orang pembicara, yaitu Pdt. Natanael Tarigan, M.Th sebagai pembicara sesi pertama dan Pdt. Dr. Benny Sinaga sebagai pembicara kedua. Kedua pemateri ini dimoderatori oleh Pdt. Puji Handoko Aritonang, M.Th. Sebelum memulai kuliah umum ini, host memberikan beberapa informasi teknis mengenai tata cara dalam keberlangsungan kuliah umum dan mengajak serta para participant untuk berdoa bersama.

Sesi pertama dibawakan oleh Pdt. Natanael Tarigan. Beliau adalah mahasiswa doctoral Pascasarjana STFT Jakarta dan juga merupakan seorang pelayan di GKI Tanah Papua. Materi yang akan dibawakan oleh Pdt. Natanael ini adalah tentang “Merawat Perjumpaan: Imajinasi Teologi Pastoral dalam Penyelesaian Konflik di Papua.” Beliau mengatakan bahwa materi ini merupakan bagian dari disertasinya yang sudah dipertanggungjawabkan kepada STFT Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Dalam penjelasannya, Pdt. Natanael menjelaskan bahwa setiap daerah tidak akan pernah terlepas dari konflik, termasuk Papua. Papua dan Konflik sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat disana. Namun, gereja-gereja yang ada di Papua belum optimal dalam menyelesaikan konflik yang ada. Pdt. Natanael mengatakan bahwa dalam lensa teologi pastoral, situasi seperti ini merupakan sebuah tantangan dalam berteologi.

Penjelasan materi yang dibawakan oleh Pdt. Natanael Tarigan dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu yang pertama akan dijelaskan mengenai Perkembangan Teologi Pastoral yang melampaui komunal kontekstual dan yang kedua akan dijelaskan mengenai peran perempuan Papua dalam menyelesaiakan konflik yang ada di Papua. Dalam penjelasannya, Pdt. Natanael mengatakan bahwa kehadiran merupakan salah satu langkah pelayanan pastoral yang paling penting. Kehadiran yang dimaksud bukan hanya sekedar hadri, tetapi hadir secara utuh dan autentik. Hal ini sejalan dengan suara Feminis, mendengar yang terbungkam. Dengan hadir secara utuh dan autentik, maka kita juga akan bisa mendengar secara utuh dan autentik. Maka dari itu, perempuan Papua yang dalam hal ini Perempuan disekitar Sentani, kepedulian terhadap suara yang terbungkam dapat menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan konflik. Kehadiran dalam sebuah perjumpaan dapat dijadikan sebagai tempat untuk saling menguatkan, mengoreksi dan memberikan semangat kepada satu dengan yang lainnya. Saling bercakap dan bercerita dapat membantu menyelesaikan konflik.

Sesi kedua dibawakan oleh Pdt. Dr. Benny Sinaga. Beliau adalah Ketua Sekolah Tinggi Bibelvrouw HKBP Lagubot dan merupakan salah satu pelayan Tuhan di HKBP. Materi yang akan dibawakan oleh Pdt. Benny adalah tentang “Perempuan dan Partamueon pada Masa Kekristenan Mula-mula di Tanah Batak.”

Dalam penjelasannya, Pdt. Benny menjelaskan bahwa Partamueon orang Batak diwujudkan melalui perjumpaan, jamuan makan, dan kekerabatan (partuturan). Maka dari itu, falsafah Partamueon memuat 3 hal ini, yaitu: Paramak so balunan (tikar yang selalu terbentang), Parapi/partataring so ra mintop (api yang selalu menyala), dan Parsangkalan so ra mahiang (talenan yang tidak pernah kering karena selalu mencincang bumbu-bumbu atau daging yang akan disajikan). Melihat hal itu, dapat dikatakan bahwa dibalik Partamueon, ada perempuan yang selalu sedia memasak makanan, membentangkan amak, dan menyajikan makanan.

Peran perempuan dalam masyarakat adat Batak dilihat dalam berbagai sisi. Jika dilihat dari sisi Boru, perempuan dilihat sebagai orang yang mempersiapkan segala sesuatu atau yang bekerja. Namun, disisi lain perempuan dihormati karena dengan adanya boru, maka laki-laki akan menjadi hulahula (orang yang akan dihormati). Jadi dapat dikatakan bahwa perempuan itu diharapkan, tetapi dinomor duakan (lebih rendah dari pada laki-laki). Selain itu, peranan lain yang dijelaskan oleh Pdt. Benny adalah perempuan dibatasi dan tidak memiliki hak berbicara di ruang publik. Namun, jika dilihat dari partamoeun, perempuan memiliki peranan penting. Hal ini dikarenakan perempuan yang menyiapkan segala sesuatu untuk menyukseskan jalannya partamueon.

Kuliah umum ini berlangsung kurang lebih 3 jam dan dihadiri oleh kurang lebih 50 peserta zoom dari berbagai daerah. Setelah selesai penyampaian materi dalam setiap sesi, moderator mempersilahkan para peserta untuk bertanya. Ketika semua sudah selesai, kegiatan perkuliahan ini ditutup dengan doa. (KN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *