Senin (21/11), Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta (STFT Jakarta) menyelenggarakan Kuliah Umum Bulanan “Kala dan Kalam” dilaksanakan secara online. Kegiatan ini diselenggarakan secara gratis dan dihadiri sebanyak 45 peserta yang turut berpartisipasi. Kegiatan ini dibagi dalam kedua sesi dan setiap sesi di isi oleh satu orang pembicara. Untuk sesi pertama pembicaranya disampaikan oleh Fitry Hanna Hutagalung, M.Th juga sekaligus mahasiswa Doktoral STFT Jakarta) dengan tema “Berliturgi di Atas Ketidakadilan” dan sesi kedua oleh Ketua STFT Jakarta, Kak Septemmy E. Lakawa, Th.D juga sekaligus Dosen tetap serta moderator dari kegiatan kali ini ialah Cory Pangaribuan, S.Th, mahasiswa Magister STFT Jakarta.

         Pada sesi yang pertama Kuliah Umum Bulanan kali ini, Fitry Hanna Hutagalung, M.Th banyak memberikan penjelasan mengenai berliturgi di tengah ketidak adilan yang sedang dialami. Dalam penjelasan dan presentasinya Fitry bahwa Gereja perlu untuk tanggap dan responsif dengan kehidupan yang terbuka untuk peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dan juga tidak diharapkan. Karena, dengan liturgi menjadi landasan untuk menata kehidupan, baik secara religius hingga kehidupan sosial.

         Dan sesi akhir dari pertama ini banyak mendiskusikan mengenai kisah HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin yang beribadah di Istana Merdeka. Turut hadir juga Pdt. Palti yang juga saksi hidup dalam kisah tersebut. Pdt. Palti menceritakan kisahnya dan perjuangan dari Gereja HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin dalam melalui pergumulan tersebut. Selama berliturgi di depan Istana Merdeka dengan menggunakan liturgi kontekstual. Seperti apabila ada bencana disuarakan disana, atau ada kegiatan hari raya agama besar juga disuarakan disana.

         Kemudian pada sesi kedua, Kak Septemmy mengangkat persoalan mengenai hikmat ekologis. Sejalan dengan itu juga pada kampus STFT Jakarta sedang berjalan Program Lima Tahun STFT Jakarta yaitu Green Campus Blue Seminary (2022-2027). Dalam menjaga Keberlangsungan ekosistem lingkungan dan Habituasi. Perlu juga dilakukan sebuah kebiasaan kecil seperti yang dilakukan oleh kampus tercinta dalam penggunaan tumbler (tempat minum). Wanita lulusan Boston University tersebut mengatakan Berhikmat secara ekologis sebagai dimensi integral dari berhikmat misional hal tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu Kompleksitas permasalahan dengan contoh kasus fast fashion dan budaya membuang.  

            Dalam sesi kedua ini beberapa peserta yang mengikuti kegiatan Kuliah Umum Kala dan Kalam kali ini dari YouTube STFT Jakarta cukup aktif dalam memberikan pertanyaan seputar materi yang disampaikan. Dalam materi presentasinya Ketua STFT Jakarta tersebut menyampaikan bahwa “hikmat misional menunjuk pada tanggung jawab dan kehadiran publik gereja sebagai partisipasinya dalam misi Allah yang berorientasi pada keadilan serta pemulihan alam dengan mendialogkan teks, narasi, dan tradisi Kekristenan dengan narasi, tradisi, sejarah, dan teks masyarakat lokal (adat).”  Selain itu kak Septemmy menyampaikan dalam sebuah diskusi interaktif dengan peserta bahwa salah satu cara untuk menjaga lingkungan adalah dengan mengurangi belanja pakaian baru dan menggantikan kebiasaan tersebut dengan thrifting (belanja barang bekas yang masih layak pakai) kasus fast fashion dan budaya membuang. (Wahyu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *