Sambutan Pelantikan Ketua STT Jakarta 2015-2019
Disampaikan dalam Dies Natalis ke-81
Ketika kanak-kanak orang mengatakan kepada kita bahwa kita bisa menjadi apa saja yang kita inginkan. Hidup adalah tentang pilihan-pilihan. Mungkin ada benarnya. Namun semakin kita dewasa, kita melihat bahwa sekalipun pilihan-pilihan yang kita inginkan tetap ada, namun seringkali kita harus memilih apa yang diperlukan. Saya memahami tanggungjawab sebagai Ketua STT Jakarta adalah hal yang perlu saya lakukan.
Apakah yang membuat kita semua bersedia hadir di sekolah ini pada hari yang baik ini? Apakah yang kita harapkan dari STT Jakarta? Apa yang kita inginkan? Apakah yang dibutuhkan sekolah ini dari kita semua?
Orang biasa mengharapkan sekolah teologi menghasilkan lulusan bagi gereja dan lembaga-lembaga keagamaan. Kita telah melihat para lulusan sekolah teologi yang telah menjadi:
a) orang-orang muda yang mandiri dan dewasa atau
b) orang-orang yang kompromistis atau
c) orang-orang pembuat masalah
Kami memahami bahwa para orangtaua, gereja-gereja dan masyarakat menginginkan sekolah dapat membentuk orang-orang muda yang mampu melayani dan berkarya berdasarkan keinginan sendiri, kebebasan, dan kreativitasnya. Kita berharap mereka menjadi penjaga tradisi, pemimpin handal organisasi, serta pendeta yang rendah hati dan bersahabat.
Yakinlah bahwa sebagian dari proses pembentukan seperti itu adalah tugas sekolah ini. Namun jangan dilupakan sekolah teologi hanya dapat berhasil sejauh 1) kemampuan yang dimiliki orang muda dan 2) persiapan yang telah dilakukan sebelumnya oleh keluarga, gereja dan masyarakat bagi anak-anak. Kapasitas dan potensi sangat menentukan seberapa jauh tingkat keberhasilan.
Patut disayangkan banyak orangtua dan gereja berpikir bahwa sekolah teologi dapat melakukan segalanya sendirian. Kirim saja anak-anakmu ke sekolah teologi, uang sekolahnya murah, bahkan mungkin gratis. Kirim saja anak-anak yang bermasalah belajar teologi, doakan, dan kelak mereka menjadi baik. Sekolahkan saja anak-anak yang kurang pintar, karena studi teologi tidak berat.
Hal ini banyak dijumpai pada saat seleksi penerimaan mahasiswa baru, dan sebagian besar terseleksi di sana. Biaya studi di STT Jakarta tidaklah murah. Beasiswa diberikan bagi mereka yang membutuhkan. Kadang-kadang kami menerima calon mahasiswa yang bermasalah, ketika kami menganggap ia sanggup untuk bertumbuh. Para mahasiswa tidak dapat menghindar dari studi teologi yang berat dan seru di sekolah ini. Dalam tahun pertama saja mereka sudah belajar tiga bahasa asing: bahasa Inggris, bahasa Ibrani, dan bahasa Yunani. Bahkan mereka juga harus memperbaiki kemampuan berbahasa Indonesia.
Teologi adalah salah satu disiplin ilmu yang paling berat dan sulit. Sesungguhnya perjalanan panjang dan berat dari studi teologi tidak dapat menjadi beban sekolah ini saja. Sekolah ini hanya dapat berhasil mendidik bila memperoleh dukungan yang baik. Tidak pada tempatnya mempersalahkan mahasiswa saja bila mereka gagal dalam studi. Juga sangatlah keterlaluan menyalahan sekolah teologi bila para lulusan gagal melakukan pekerjaan di gereja. Kita perlu memperhatikan seberapa jauh kita telah mempersiapkan sarana-pendukung bagi para pendeta di gereja, bagi para mahasiswa kita, dan juga bagi anak-anak kecil yang bercita-cita ingin menjadi pendeta. Tanpa kerjasama yang sehat dan sinambung di antara keluarga, gereja dan sekolah, maka pendidikan teologi hanya dapat memperoleh: separuh berhasil dan separuh gagal. Saya akan menyampaikan surat pengunduran diri saya siang ini, bila cara kerja setengah hati dan setengah berhasil ini masih akan terjadi. Kita tidak dapat melakukan tugas pembentukan para muda ini secara terpisah, ataupun menyerahkan beban sepenuhnya kepada sekolah teologi. Sekolah ini dan seluruh komunitas memiliki bagian untuk bersama-sama mendidik para muda, pemimpin kita
Berikut ini usulan kami tentang bagaimana menjalankan pendidikan teologi bersama.
- Kepada para pemimpin gereja kami serukan untuk mengutus pemudi dan pemuda terbaik ke sekolah ini. Para muda terbaik ini memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhasil dalam studinya dan pada waktunya memberi sumbangan yang bermakna bagi masyarakat. Oleh karena itulah setiap keluarga dan gereja perlu dengan sangat baik mempersiapkan anak-anak sedini mungkin;
- Kami serukan juga kepada gereja-gereja agar selama para muda menjalankan studi dampingilah mereka. Bantulah kami untuk membantu gereja-gereja merawat para pemimpin muda ini dalam nilai-nilai, tradisi, dan berbagai hal berharga lainnya. Gereja-gereja bersiaplah untuk bertumbuh dan berubah bersama para muda ini. Ingatlah bahwa mereka sudah sebagai pemimpin begitu mereka memulai studi mereka. Mereka bukan kanak-kanak, sekalipun mereka muda. Justru ketika mereka sedang menjalani studi, mereka telah menentukan arah kehidupan gereja Anda. Janganlah perlakukan para muda seperti memperlakukan kanak-kanak lagi. Perlakukanlah mereka sebagai pemimpin muda Anda. Saya percaya Anda akan mendapatkan kejutan yang manis. Anda dapat belajar banyak hal dari para muda, bila Anda bersedia. Inilah pengalaman kami bersama para muda, sebagai dosen, guru, dan sahabat mereka.
==========================
Para rektor dan ketua, pendahulu saya telah mengerjakan banyak hal besar bagi sekolah itu. Sangat wajar bila orang mengharapkan saya melakukan yang sama atau bahkan yang lebih besar lagi. Tentulah ini merupakan tantangan besar dan sayabersedia untuk menjalaninya. Berikut ini sebuah kutipan dari majalah The Economist, yang melaporkan tentang stagnasi yang dialami oleh ‘gerakan’ ISIS di Timur Tengah:
“Mempertahankan tegaknya kekalifahan ternyata lebih berat daripada memproklamasikannya….”
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta tentu saja bukanlah kekalifahan, dan tidak akan pernah bercita-cita ke arah itu. Sekolah ini bukanlah, dan tidak akan pernah menjadi tempat orang membangun kerajaannya. Tapi hal ini bukanlah hal yang penting sekarang ini.
Saya bukanlah orang yang pandai berkata-kata, saya terbiasa berbicara singkat dan membatasi diri pada soal-soal terpenting saja. Saya melihat diri sebagai orang yang selalu ingin mencari dan menemukan jalan untuk membuat hal-hal yang sudah ada menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa STT Jakarta sekarang dalam keadaan yang baik, dan kita berterima kasih untuk para Ketua STT: Dr. Joas Adiprasetya, Prof. Dr. Jan Sihar Aritonang, Dr. Robert Patanang Borrong, dan banyak lagi rektor dan ketua di masalalu. Saya kira STT Jakarta dapat bergerak ke arah yang semakin baik.
Belajar dari perjalanan panjang sekolah ini, kita menyaksikan orang datang dan pergi. Orang-orang muda (para mahasiswa), orang-orang dewasa dan berdedikasi (para pengurus Yayasan, para dosen, para pendeta dan aktivis gereja serta kemanusiaan), dan para karyawan di sekolah ini, semua membentuk persekutuan yang khas dan berbagi kehidupan bersama di kampus ini. Ingatlah juga masih ada orang-orang lain di tempat yang jauh dari Jakarta, serta mereka yang mungkin tak pernah berkesempatan untuk menjumpai kita dan berbagi pengalaman langsung dengan kehidupan di sekolah ini, merekapun dengan caranya masing-masing telah dan terus mendukung sekolah ini dan kita semua. Kita semua, dan mereka, telah menyatukan hati, pikiran, kerja, dan doa kita bagi karya Allah melalui sekolah ini.
Saya bersyukur pada Allah, semua orang, dan kita masing-masing untuk semua cinta dan dukungan di masa lalu. Saya juga mengundang kita semua untuk melakukan lagi hal yang sama dengan kesungguhan yang lebih besar, dan rasa cinta yang lebih mendalam. Sebuah pepatah Afrika mengatakan: dibutuhkan satu kampung untuk membesarkan seorang anak. Saya setuju sepenuhnya, dan menambahkan begini: bila masyarakat kita sedang mengalami kebobrokan, maka gerejalah yang harus mempersiapkan dan membesarkan anak-anaknya agar cerdas dan terdorong untuk membarui masyarakatnya. Marilah kita lakukan ini bersama, sambil berdoa mohon pertolongan Tuhan.
Pdt. Yusak Soleiman, Ph.D.
Ketua STT Jakarta 2015-2019