Refleksi Persahabatan sebagai Laku Kebajikan menutup rangkaian kegiatan sepekan di pekan pertama perkuliahan semester gasal tahun ajaran 2021/2022 Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta. Refleksi, yang dipimpin oleh Pdt. Prof. Joas Adiprasetya, Th.D., dikemas dalam rangkaian ibadah yang difasilitasi oleh Tim Peribadahan Kampus di dalam kapel virtual STFT Jakarta. Sivitas dan non-sivitas akademika STFT Jakarta hadir dalam ruang kapel virtual yang memanfaatkan aplikasi Zoom ini.
Pdt. Ester Pudjo Widiasih, Ph.D., dosen tetap STFT Jakarta yang membidangi Formasi Spiritual Ekumenis, mengawali refleksi dengan memberikan penjelasan terkait tema pekan ini, yaitu: “Persahabatan sebagai Laku Kebajikan”. Pdt. Widiasih menuturkan bahwa tema tersebut merupakan hasil percakapan antara Tim Peribadahan Kampus dengan Pdt. Prof. Adiprasetya. “Tema besarnya: Kebajikan. [Tentang] Bagaimana kita bisa menjalankan kehidupan kita sehari-hari sesuai dengan kebajikan…Kemudian kami menghasilkan satu kebajikan yang akan kita dalami dan lakukan, yaitu mengenai persahabatan,” ujar Pdt. Widiasih.
Pendalaman atas tema “Persahabatan” merupakan respons atas realitas pandemi yang “menciptakan jarak” dalam relasi antarpersonal di STFT Jakarta sekaligus undangan bagi sivitas [dan non-sivitas] akademika STFT Jakarta untuk menghidupkan kembali spirit kebajikan persahabatan. Pdt. Prof. Adiprasetya, dalam refleksinya, menegaskan bahwa tradisi virtues juga diusulkan sebagai tema-tema penuntun hidup spiritual sivitas akademika STFT Jakarta selama 1-2 semester ke depan.
Tepat pada pukul 11.33 WIB, ibadah dimulai. Tim Peribadahan Kampus STFT Jakarta memandu rangkaian ibadah yang diawali dengan nyanyian, doa, dan pembacaan Alkitab. Pekan ini, Kitab Ibrani 13:1-2, yang mendasari refleksi, dibacakan dalam Bahasa Yunani oleh salah satu mahasiswa STFT Jakarta, Reza Hariyoga—yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan terjemahan di dalam Bahasa Indonesia versi Lembaga Alkitab Indonesia oleh Pdt. Prof. Adiprasetya.
Melalui refleksinya, Pdt. Prof. Adiprasetya membawa umat masuk ke dalam kesadaran yang lebih dalam dalam memaknai persahabatan sebagai laku kebajikan. Ia menunjukkan ketegangan yang terjadi dalam persahabatan. “Dulu, menjadi sahabat berarti ‘dia yang dulu asing kini menjadi karib.’ Kini, kita mengalami sebuah arus balik yang aneh: para sahabat kita menjadi ‘dia yang dulu karib kini menjadi asing,’” ucap Pdt. Prof. Adiprasetya.
Melalui refleksi atas Kitab Ibrani 13:1-2, Pdt. Prof. Adiprasetya menandaskan bahwa setiap orang tidak dapat menentukan apakah seorang yang lain itu adalah sahabat atau orang asing, sebab—dengan mengutip Maya Angelou—seorang sahabat mungkin menanti di balik wajah seorang asing. “Dan kedua wajah [sahabat dan orang asing] tersebut menyatu dalam satu pribadi, yaitu Yesus Kristus,” tegasnya lagi.
Refleksi dilanjutkan dengan percakapan di dalam kelompok-kelompok kecil. Hasil refleksi tersebut kemudian disampaikan oleh beberapa perwakilan kelompok setelah kembali ke ruang utama kapel virtual. Seusai refleksi, umat berdoa syafaat dan menyanyi, sebelum akhirnya menutup refleksi dengan berkat yang disampaikan melalui Pdt. Prof. Adiprasetya. [SM]