Sesi pertama dari VIVEKA X, sebuah program bina warga jemaat dan aktivis bersertifikat yang dirancang oleh STFT Jakarta, membahas topik “Pelayanan Pastoral Holistik pada Masa Pandemi.” Diadakan pada tanggal 22 September 2021, tepatnya pukul 18.00-20.00 WIB, sesi pertama ini dibawakan oleh Pdt. Em. Dr. Daniel Susanto. Beliau merupakan jebolan Sarjana Teologi dari STT Jakarta (sekarang STFT Jakarta) angkatan tahun 1975. Pada tahun 1982, beliau kembali mengambil program studi Sarjana Psikologi di Universitas Indonesia. Meraih gelar Master of Theology dari Columbia Theological Seminary USA (1990) dan gelar Doctor of Theology dari Theologische Universiteit Kampen, Nederland (1999). Pada tahun 1989, beliau juga pernah meraih sertifikat CPE dari Emory University, USA.

“Pelayanan pastoral pada dasarnya merupakan pelayanan gereja yang mencerminkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaanNya. Ciptaan yang dimaksud di sini adalah manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat, dan lingkungan hidup,”tuturnya pada saat presentase. Kemudian beliau menambahkan “Pelayanan pastoral holistik adalah pelayanan pastoral yang bidang cakup pelayanannya luas, mulai dari manusia sebagai individu, masyarakat, sampai kepada lingkungan hidup. Ketiganya merupakan ciptaan Tuhan yang harus dipelihara dan diperhatikan dalam pelayanan pastoral holistik.”

Menurutnya, pendekatan pastoral holistik itu menekankan keutuhan. “Dalam pelayanan pastoral holistik sendiri, manusia sebagai individu, sebagai masyarakat dan lingkungan hidup tidak dipandang terpisah, melainkan dipandang sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan terhadap yang lain,” jelasnya. Maka, bagaimana penerapan pastoral holistik itu di masa pandemi Covid-19 sekarang? Beliau menjelaskan bahwa pelayanan pastoral holistik tidak berarti meninggalkan keunikan dari masing-masing komponen baik komponen individual, sosial, maupun lingkungan hidup.  Dalam melakukan pelayanan pastoral terhadap suatu komponen, pelaksanaannya harus memperhatikan dan tidak dapat melupakan komponen-komponen yang lain.

Salah satu contohnya dalam hal psikologis. Untuk mengatasi masalah psikologis, rasa takut terhadap penularan Covid-19, konselor dapat memberikan kesempatan kepada pihak konseli untuk mengungkapkan perasaan takutnya. Kemudian konselor dapat menggali secara mendalam apa saja yang menjadi faktor penyebab rasa takutnya itu. Dari sana, konselor dapat menilai apakah perasaan takut itu wajar atau tidak, dan melihat apakah pihak konseli memerlukan bantuan psikolog, dokter atau tidak.

“Suatu persoalan dapat menjadi masalah juga dapat menjadi berkat. Setiap persoalan tidak hanya memiliki segi negatif, tetapi juga memiliki segi postif. Dalam pelayanan konseling, konselor harus mampu mengangkat dimensi positif dari masalah yang dihapadi oleh konseli. Dimensi positif itu kemudian dipakai bersama-sama untuk menumbuhkembangkan diri.”

-Pdt. Em. Dr. Daniel Susanto

[LJS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *