Menjadi bagian dari mahasiswa program Skema Sandwich untuk mengikuti program Initial Graduate School (IGS) di Protestant Theological University (PThU) Belanda adalah sebuah kesempatan emas untuk mengembangkan diri minimal dalam 3 hal. Pertama, berinteraksi dengan kelompok mahasiwa peneliti di tingkat internasional. Belanda memberikan kesempatan pengembangan akademik yang luas bagi pelajar internasional. Hal ini dibuktikan dengan ketersediaan program perkuliahan dan seminar-seminar berbahasa Inggris. Misalnya dalam program IGS yang kami ikuti di PThU, merupakan wadah kelompok mahasiswa internasional untuk menggumuli beragam topik dan konteks penelitian.
Dalam kelompok, mahasiswa secara bersama-sama membangun rancangan penelitian yang kreatif dan relevan dengan bimbingan dosen yang kompeten pada bidangnya. Selain itu, fasilitas perpustakaan yang lengkap dan dapat diakses langsung maupun secara online, serta spot-spot belajar yang nyaman di lingkungan kampus merupakan daya tarik utama untuk belajar. Di luar kampus, setiap kota di Belanda memiliki perpustakaan umum yaitu OpenbareBibliotheek (OBA) yang menjadi tujuan banyak pelajar untuk berdiskusi maupun mencari sumber literasi. Setiap pengunjung perpustakaan, baik di kampus maupun di perpustakaan daerah, akan difasilitasi akses menggunakan fasilitas perpustakaan yang mereka sediakan. Sungguh, negara Belanda sangat memaknai pentingnya pendidikan. Kedua, kebebasan berekspresi dan menghargai perbedaan. Sebagai pelajar yang berasal dari Asia dengan budaya Timur yang kuat, kami juga banyak belajar tentang kebebasan untuk mengekspresikan diri dan menghargai perbedaan di tengah keberagaman multinasional, budaya, agama, komunitas seksualitas, dll.
Ya, kami berlatih untuk semakin open-minded dan negara Belanda patut diapresiasi dalam mengajarkan arti memberikan ruang kebebasan terhadap keberagaman, inkulisi, dan toleransi. Ketiga, kehidupan sosial yang kreatif dan tertib. Selama di Belanda, kami menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengurus kelengkapan dokumen kependudukan dan urusan tempat tinggal meskipun kami hanya akan tinggal selama enam bulan saja. Pengalaman ini mengajarkan tentang perlunya persiapan yang matang sebelum berangkat dan tiba di negeri Belanda. Pengalaman selama mengurus kelengkapan data kependudukan tersebut juga mengarahkan kami pada suatu pemahaman tentang keteraturan dan tertib administratif kependukan. Dengan pencatatan yang tertib, maka setiap orang yang berada di wilayah Belanda memiliki jaminan untuk memanfaatkan akses fasilitas umum, kemudahan untuk bepergian, dan keamanan. Belanda: negeri dengan keindahan alam dan kota-kota kosmopolitan yang dinamis, budaya bersepeda di tengah sistem teknologi transportasi yang maju, hidup berdisiplin yang tinggi di tengah pergantian musim. Dan untuk kesempatan ini, kami pun berterimakasih untuk STFT Jakarta yang telah mempersiapkan dan membimbing kami dan Kementerian Agama Kristen yang memfasilitasi kami, serta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan kami. (Lamria Sinaga)