“Tidak Tuhan Yesus, Tidak Bunda Maria, Selamatkanlah Anak Saya” – Maria Catarina Sumarsih
Pada hari Jumat, 15 November 2024, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta (STFT Jakarta) melaksanakan Refleksi Akhir Pekan dalam rangkaian Peringatan 26 Tahun Tragedi Semanggi 1, yang dipimpin oleh Ibu Maria Catarina Sumarsih (Inisiator Aksi Kamisan). Tema yang diangkat pada refleksi adalah “Merawat ingatan, Menggugat Ketidakadilan”. Kegiatan ini dilakukan di Aula Lt. 1 STFT Jakarta, dimulai pukul 11:30 WIB. Refleksi digelar secara talkshow yang dimoderatori oleh Sdr. Joy Runia P. S Bujung (Mahasiswa Program Sarjana 2023, Praktik di Lembaga KontraS).
Theologia in loco merupakan sebuah fondasi terbentuknya STFT Jakarta, yang mengutamakan kontekstualisasi dan pada refleksi ini civitas yang hadir diajak kembali untuk bergumul dan berefleksi melalui mengingat kembali peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi.
Mahasiswa STT Jakarta (sebelum beralih nama menjadi STFT Jakarta) merupakan mahasiswa yang aktif dalam pergerakan reformasi pada tahun 1998 dan juga merupakan salah satu kampus yang menjadi saksi perjuangan reformasi. Melalui refleksi ini civitas akademika yang hadir diajak untuk kembali mengingat peran dan berefleksi melalui cerita yang disampaikan oleh ibu Sumarsih.
Sumarsih mengawali kegiatan ini dengan kembali mengingat tragedi peristiwa 1998 dan secara rinci kembali mengingat anaknya dalam Tragedi Semanggi 1.
Sumarsih menjelaskan sensitivitas dan kerahasiaan isu tentang reformasi pada tahun 1998, kondisi mahasiswa yang berjuang dalam reformasi harus berhadapan dengan aparat bersenjata
“Tidak Tuhan Yesus, Tidak Bunda Maria, Selamatkanlah Anak Saya”
“Setiap saat saya menangis membaca koran, karena membaca statement habbie tentang akan mengusut tuntas kasus ini”
Ujar Sumarsih dalam menarasikan ingatan memori yang terlintas sewaktu berefleksi. Nyatanya memori ini menghasilkan sebuah pergumulan bahwa kasus ini tidak juga diusut hingga tuntas. Komitmen untuk memperlambat atau menutupi kasus tahun 1998 sudah dilakukan sejak lama, laporan komnas HAM yang tidak kunjung ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.
Sumarsih menegaskan bahwa mengusut tuntas Tragedi Semanggi 1 merupakan sebuah harapan yang suram. Hingga saat ini, sudah dilaksanakan 840 kali aksi kamisan di depan Istana dan tidak kunjung mendapatkan jamahan dari pemerintah mengenai hal ini. Tetapi api dan semangat akan korban ketidakadilan tidak akan pernah padam, karena aksi kamisan bukanlah event tahunan yang hanya digempurkan saat menjelang pemilu.
Refleksi ini juga mengundang beberapa respons dan pertanyaan daripada hadirin dan kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu dan doa penutup. Di penghujung refleksi pesan Sumarsih bagi civitas adalah, Jadilah rohaniawan yang menjunjung tinggi moral dan berlaku adil.
#HidupKorban #Menolakdiam (KAS)!