
Dalam rangka menyambut Dies Natalis yang ke-87, Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta kembali mengadakan “Kuliah Umum” yang diselenggarakan melalui media Zoom Meeting beserta kanal YouTube STFT Jakarta.
Kegiatan dihadiri oleh sekitar 110 orang pada ruang Zoom Meeting. Para peserta yang menghadiri “Kuliah Umum” adalah Sivitas Akademika, Alumnus, Dosen, Rektor STFT-J, dsb. Pun juga, kegiatan dipandu oleh Merlin Lumintang, S.Si.(Teol.) selaku Moderator.
Sebelum memulai kegiatan, Sdr. Yonathan – Mahasiswa Sarjana STFT Jakarta angkatan 2018 mempersilakan Pdt. (Em.) Rasid Rachman, D.Th., untuk membukanya dalam doa.

Berikutnya, Moderator mengucapkan kalimat pembuka. Tepat di pukul 17.36 WIB, “Kuliah Umum” sesi 1 dimulai. Pdt. Yolanda bergegas menjelaskan serta menampilkan bahan materinya, yaitu Gerakan Ekumenis Masa Kini.
Berbicara mengenai ekumenis, ada begitu banyak denominasi gereja yang lahir, baik dari ranah lokal, regional, hingga global. Kini, manusia hidup dalam realitas majemuk. Bahkan dari keberagaman tersebut, tak luput juga perbedaan perspektif, budaya, ras, suku, tata ajaran gereja, dll yang melekat begitu kuat di dalamnya.
Sejak dulu, sebagian besar gereja merupakan buah dari pekabaran Injil negara Barat. Apalagi, dahulu kala masyarakat sangat terikat dengan adanya kolonialisme. Akibatnya, di zaman sekarang gereja kerap mewarisi kebiasaan itu, yang kemudian berujung pada konflik besar dan menyebabkan perpecahan antara satu gereja dengan gereja lainnya.
Dalam hal ini, “ekumenisme dipandang bukan hanya untuk mewujudkan gereja yang esa pada konteks global, melainkan juga pada konteks lokal maupun regional secara mandiri tanpa dibayang-bayangi oleh negara Barat,” tutur Pdt. Yolanda pada Jumat (3/9/2021)
Karena itu, menurutnya, seiring berkembangnya zaman, dari dulu sampai sekarang ancaman & tantangan senantiasa hadir. Dengan demikian, dalam rangka mewujudkan keesaan gereja di masa kini, maka gereja perlu menyadari keberagaman itu sendiri sebagai suatu hal yang menyatukan, bukan menjatuhkan.
Dengan cara: memupuk solidaritas, toleransi, hormat, peduli untuk saling menghargai dan memahami satu sama lain. Sebab, melaluinya gereja dapat bersama-sama bersatu memperjuangkan setiap arus perubahan yang terjadi demi kemuliaan nama Tuhan.

Setelah sesi 1 berakhir, kegiatan kemudian dilanjutkan ke sesi 2 pada pukul 18.27 WIB. Kali ini, materi dibawakan oleh Pdt. Oyan Simatupang, Ph.D., dengan tema Peran Musik dalam Usaha Gereja Mewujudkan Keesaan Gereja dalam Perspektif Pentakostal.
Dari materinya, Pdt. Oyan melontarkan jika gereja-gereja beraliran Pentakostal identik dengan penyembahan/persembahan pujian melalui musik, yang diliputi rasa sukacita.
Peranan musik untuk mewujudkan keesaan gereja tidaklah mudah, karena di dalam pergumulannya selalu diperhadapkan dengan ragam tantangan, seperti: (1) Kajian biblis teks Alkitab yang terkandung di lirik lagu rohani; (2) Tujuan pragmatis lagu yang berkaitan dengan praksis politik; (3) Tantangan memaknai lagu rohani sebagai sebuah keindahan; (4) Karakter arogan musik Pentakostal merupakan warisan dari misionaris.
Untuk itu, Pdt. Oyan mengusulkan sebuah tawaran dalam rangka mewujudkan keesaan gereja dari perspektif Pentakostal, yaitu: berusaha meninggalkan pengaruh Barat ketika merangkul budaya asli Indonesia. Serta, mengupayakan proses edukasi teologi terhadap masyarakat guna membangun kesadaran dalam memaknai Pentakostal dan musiknya.
Dengan begitu, proses-proses di atas nantinya merambah ke kehidupan gerejawi, dan hendak berperan dalam memberitakan Kerajaan Allah demi terpenuhinya kedamaian, kebahagiaan, dan sukacita bagi kerinduan umat manusia kepada-Nya.

Usai kedua materi disajikan oleh dua narasumber, pukul 19.10 WIB kegiatan masuk ke dalam sesi tanya jawab. Sesi terakhir memakan waktu selama kurang lebih 30 menit, hingga akhirnya “Kuliah Umum” berakhir pada pukul 19.46 WIB.
Tidak lupa juga, para peserta dengan panitia Dies Natalis STFT-J untuk berfoto bersama di penghujung kegiatan. [HJP]