Pada hari Jumat, tanggal 17 September 2021, STFT Jakarta kembali mengadakan Kuliah Umum, yang mana ini merupakan acara terakhir dalam rangka perayaan Dies Natalis ke-87 STFT Jakarta. Per pukul 18.05 WIB, acara ini dihadiri oleh 126 orang yang terdiri dari para sivitas STFT Jakarta dan juga dari luar sivitas STFT Jakarta (umum). Untuk info lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di atas.

Kuliah Umum ini dibuka dengan penjelasan singkat dan doa dari saudari Eunike Itamar Pareang, selaku bagian dari panitia perayaan Dies Natalis STFT Jakarta tahun ini. Setelah itu, sdri. Pareang menyerahkan kesempatan kepada Ketua STFT Jakarta, Ibu Septemmy E. Lakawa, Th.D., untuk memberikan sepatah dua kata sekaligus memperkenalkan kedua narasumber yang merupakan dosen di STFT Jakarta. Kak Temmy – begitulah sivitas STFTJ akrab memanggilnya– mengatakan, “Saya mewakili tim pemimpin dan seluruh sivitas STFT Jakarta hendak memulai sebuah tradisi yang diharapkan dapat terjadi terus ke depan, yaitu dosen yang baru diangkat sebagai dosen tetap (meskipun sudah lama menjadi bagian dari sivitas) kita rekognisi dalam sebuah event public. Acara tersebut merupakan bentuk di mana mereka menyampaikan apa yang menjadi fokus dari penelitian mereka.”

Pdt. (Em.) Rasid Rachman, D.Th., diangkat sebagai dosen tetap STFT Jakarta pada per Januari 2021. Beliau fokus dan menjadi dosen tetap pada bidang kajian Liturgika. Sebagaimana diketahui bahwa Pak Rasid Rachman menyelesaikan pendidikan sarjana (1989), magister (2000) hingga doktoral (2018) di STT Jakarta (sekarang STFT Jakarta). Beliau juga sudah menjadi dosen tidak tetap di STFT Jakarta sejak tahun 1995.

Novy Amelia E. Sine, M.Th., diangkat sebagai dosen tetap STFT Jakarta pada per Agustus 2021. Beliau fokus dan menjadi dosen tetap pada bidang Pendidikan Kristiani. Saat ini, beliau juga memangku jabatan sebagai Wakil Ketua 3 Bidang Kemahasiswaan. Kak Novy Sine juga menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di STT Jakarta dan saat ini beliau sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di STFT Jakarta.

Saya mengakui bahwa banyak hal baru mengenai ‘LGBTIQ+ di dalam ranah pelayanan’ yang saya sendiri peroleh dari sesi pertama yang dibawakan oleh Pdt. Rasid Rachman. Satu contoh yang saya ambil yaitu terkait bagaimana pandangan gereja terhadap keterlibatan LGBTIQ+ sebagai pelayan atau pemimpin ibadah. Apakah LGBTIQ+ itu pilihan atau bawaan lahir? Apakah mereka mendapat tempat di dalam kerajaan Allah? Dalam penelitiannya, beliau menemukan bahwa banyak orang, istilah beliau ‘individu anti-LGBTIQ+’, yang sering mencomot ayat-ayat Alkitab tertentu untuk membenarkan sikap mereka yang menyatakan bahwa LGBTIQ+ merupakan dosa, penyakit, dsb. Dari pandangan yang seperti itu, dan ditambah dengan maraknya stigmaisasi di dalam masyarakat, beliau juga terjun ke dalam isu ketidaknyamanan gereja dan umat terhadap pelayanan para LGBTIQ+. Menurut saya, penelitian dan pembahasan beliau sangat kompleks. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, anda dapat menuju laman YouTube STFT Jakarta atau klik langsung pada link https://youtu.be/A3gXXoSXGNI.

Sebelum memulai pembahasannya pada sesi kedua, Kak Novy Sine menegaskan bahwa penelitiannya tersebut belum mencapai kesimpulan akhir. Melihat judul topik yang dibawakan oleh beliau, saya kira ini menjadi pembahasan yang baru dan menarik untuk bersama-sama dipelajari dalam konteks pandemi saat ini. Melalui penelitian beliau, kita (publik) disajikan suatu realitas yang terjadi dan pandangan masyarakat terkait seberapa baik/kurang baik, berguna/kurang berguna, PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang harus kita hadapi saat ini. Penelitian ini menjadi sangat kompleks karena melibatkan pandangan dari hampir seluruh lapisan, mulai dari anak TK, SD, SMP, SMA, mahasiswa dan orang tua.

Beliau juga menjelaskan dengan apik bagaimana dinamika yang terjadi pada para siswa, mahasiswa, dan juga orang tua ketika mereka harus menerima kenyataan – para siswa dan mahasiswa merindukan bermain di sekolah atau kampus, tidak menerima pelajaran dengan baik karena beberapa faktor, para orang tua mau tidak mau harus menjadi guru kedua bagi anak mereka dan mereka juga harus belajar bagaimana caranya menggunakan media internet, seperti zoom, google, dan lain-lain. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, anda dapat menuju laman YouTube STFT Jakarta atau klik pada link yang sudah dituliskan sebelumnya.

“Apa pun teologi yang kita pegang, kita tidak serta-merta boleh melemparkan stigma kepada dan menolak orang-orang yang berbeda teologi dengan kita. Inilah semangat yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang di dalam diri seluruh sivitas STFT Jakarta.”
-Septemmy E. Lakawa, Th.D.

[LJS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *