Theologia in Loco edisi Oktober 2021 telah terbit!
Edisi Oktober ini memuat lima artikel dengan ragam isu teologi. Minggus Pranoto menguraikan pentingnya penerapan konsep good governance yang menekankan peran dan karya Roh Kudus bagi gereja-gereja Pentakostal-Karismatik. Tulisan Pranoto berangkat dari kegelisahannya atas gereja-gereja Pentakostal-Karismatik yang rentan terhadap skandal, khususnya dalam hal keuangan. Erich Hutahaean mengamati kebutuhan membangun kesadaran dan pemikiran kritis dalam Pendidikan Kristen yang semestinya tidak melanggengkan penindasan. Hutahaean memanfaatkan Teori Subaltern dalam mempercakapkan isu ini. Charlanency Meyok menawarkan perspektif teologis berbasis kosmologis untuk merespons teologi Kristen yang umumnya antroposentris. Melalui tulisannya, Meyok menawarkan perspektif teologis yang inklusif untuk semua ciptaan sebagai alternatif pemikiran dalam menghadapi krisis ekologi. Selina Palm dan Laurie Gaum mengeksplorasi potensi dan polemik ruang aman antara heteroseksual dan LGBTIQ+. Palm dan Gaum membahas topik ini dalam konteks Afrika Selatan. Ambrosius Haward mengritisi wacana teologis yang umumnya membatasi tema Kerajaan Allah pada akhir zaman dengan kehidupan manusia sehari-hari. Haward menawarkan pemikiran Wolfhart Pannenberg untuk menunjukkan urgensi terlibat aktif dalam dunia sebagai langkah mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Selain lima artikel di atas, Theologia in Loco pun memuat dua resensi buku yang ditulis oleh Alvian Apriano dan Christanto Paledung. Apriano mendedah buku The Work of Theology karya Stanley Hauwerwas dan Paledung menilik buku Living in the Eight Day: The Christian Week and the Paschal Mystery karya Steven Underdown.
Artikel lengkap dapat diakses melalui website Theologia in Loco: http://www.theologiainloco.com/ojs/index.php/sttjournal/index. Informasi-informasi terkait jurnal ini juga dapat diakses melalui Instagram Theologia in Loco: @theologiainloco. [SM]