Senin, 23 Agustus 2022, kuliah umum bulanan “Kala dan Kalam” kembali diadakan oleh STFT Jakarta. Para narasumber kali ini merupakan dosen STFT Jakarta, yakni Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D dan Pdt. Dr. Rasid Rachman. Kuliah umum ini diadakan secara online melalui zoom meeting dan terbuka secara umum. Terdapat kurang lebih 40 peserta yang mengikuti kuliah umum ini.
Kuliah umum dimoderatori oleh mahasiswa Doktoral STFT Jakarta, Pdt. Welko Hendro Marpaung, M.Th. Dalam sesi pertama, Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D membawakan kuliah umum dengan topik “Maria, Trinitas, dan Sakramentalitas Gereja.” Sedangkan, dalam sesi kedua, Pdt. Dr. Rasid Rachman membawakan topik, “(Haruskah) Ibadah Berlangsung dengan Sopan dan Teratur? 1 Korintus 14:40 bagi Umat dengan Disabilitas.”
Sebelum memulai sesi kuliah umum, Wakil Ketua 4 bidang Public Relation STFT Jakarta, Binsar Jonathan Pakpahan, yang membuka perkuliahan ini dalam doa. Setelah dibuka dengan doa, kesempatan berikutnya diberikan kepada Pdt. Welko Hendro Marpaung, M.Th, selaku moderator dalam perkuliahan ini. Dalam kesempatannya, Pdt. Welko memperkenalkan kedua narasumber kepada para peserta.
Dalam sesi pertama, Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D menyampaikan sesinya selama satu jam dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Dalam sesinya, Pdt. Simon Rachmadi menyampaikan tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengajak orang-orang Protestan untuk mulai memikirkan ulang sikap antipati mereka terhadap devosi Maria. Untuk itu, percakapan dalam sesi pertama ini akan membicarakan tentang figur Maria, paham Trinitas, Sakramen, dan Sakramentalitas Gereja. Maria adalah figur yang kontroversial. Dia dihormati okeh kekristenan dari tradisi Ortodoks dan Katolik. Namun, dalam tradisi Protestan, sikap penghormatan ini memiliki gaya yang berbeda, yaitu tanpa kehadiran patung ataupun gambar, dan tanpa menyebut-nyebut namanya di dalam dia. Sekalipun dihormati, keberadaan Maria cenderung terserap-lenyap di balik keangungan predestinasi ilahi, seperti halnya keberadaan orang-orang kudus (dalam persekutuan orang kudus) lainnya. Melalui pengamatan ini, Pdt. Simon Rachmadi, mendasari tulisan dan percakapan ini melalui pertanyaan “Dari manakah munculnya sikap khas Protestan dalam menaruh rasa hormat?” Jawabannya dijelaskan dengan sangat lengkap dan rinci oleh Pdt. Simon Rachmadi selama kurang lebih satu jam.
Selanjutnya dalam sesi kedua, yang dibawakan oleh Pdt. Rasid Rachman, berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam. Dalam penjelasannya, Pdt. Rasid mendasari tulisannya dengan pertanyaan “haruskah ibadah berlangsung secara sopan dan terartur?” Pertanyaan ini didasari dengan melihat tanggapan orang mengenai umat disabilitas. Umat dengan disabilitas adlah salah satu kelompok jemaat yang sering menjadi sasaran peminggiran, penyingkiran, marginalisasi dari ibadah.
Melihat fenomena seperti ini, Pdt. Rasid Rachman memberikan tawaran liturgi bagi Gereja-gereja di Indonesia, dengan mengatakan bahwa kehadiran umat dengan disabilitas dalam ibadah menunjukkan kekayaan karunia Allah. Selain itu, hendaklah gereja menyambut umat dengan disabilitas seperti menyambut Kristus. Memang hal ini tidak mudah, tetapi dapat mendatangkan sukacita. Kemudian yang terakhir, Pdt. Rasid Rachman juga mengatakan bahwa mengenakan dalil kesopanan dan keteraturan dalam ibadah terhadap umat disabilitas harus disingkirkan oleh umat dan penyelenggara Ibadah.
Kedua sesi dalam kuliah umum ini disambut dengan antusias oleh para peserta. Hal ini dikarenakan menurut peserta, materi-materi ini sangat relate dengan kehidupan umat Kristiani.