Pada hari Jumat, 28 April 2023, STFT Jakarta mengadakan kuliah umum tamu “The Relevance of pre-christendom Celtic Christian Sprituality for a post-Christendom Church” telah diadakan. Acara ini diawali dengan kata pengantar oleh Septemmy Lakawa, dan dilanjutkan dengan doa pembuka oleh Binsar Jonathan Pakpahan. Moderator acara, Kornelius Andrian R. Lumban batu kemudian memperkenalkan pembicara utama, yaitu Dr. Robert Doornenbal, seorang guru, pembicara, dan peneliti tentang teologi dan budaya. Kuliah umum ini dilakukan secara hybrid di aula STFT Jakarta dan juga melalui zoom.
Dalam kuliah umumnya, Dr. Doornenbal membahas tentang menurunnya pengaruh Kekristenan di tengah peradaban Eropa Barat kontemporer. Ia mengidentifikasi bahwa dalam era post-Christendom, sebagian besar gedung gereja telah dirobohkan atau dialihfungsikan menjadi museum dan pusat kebugaran, serta tingkat kehadiran umat di gereja-gereja lokal Eropa Barat secara konsisten menurun setiap tahunnya. Namun, Dr. Doornenbal juga menunjukkan bahwa di sisi lain, minat masyarakat Eropa Barat pada warisan era pre-Christendom meningkat, yang tercermin dalam perayaan Halloween yang begitu meriah setiap tahunnya.Dr. Doornenbal melihat bahwa peningkatan minat masyarakat Eropa Barat kontemporer pada warisan era pre-Christendom didasari oleh preferensi mereka atas sifatnya yang tidak dogmatik, dekat dengan alam, inklusif, dan toleran. Perspektif yang demikian kemudian membawa Dr. Doornenbal untuk mempertimbangkan relevansi spiritualitas Kekristenan Celtic bagi masyarakat Eropa Barat kontemporer.
Melalui penelitiannya, Dr. Doornenbal menunjukkan bahwa komunitas Kristen Celtic memiliki kekhasan yang membedakan mereka dari Kekristenan Romawi (Christendom). Ketimbang menekankan hierarki imam atas umat, komunitas Kristen Celtic justru mengusung semangat kolegial, komunitarian, toleran, dan konstruktif. Fokus komunitas Kristen Celtic pada kelindan antara Keilahian dan kehidupan di tengah alam semesta pun berdiri kontras terhadap Kekristenan Romawi yang cenderung berpusat pada transendensi dan mengabaikan imanensi. Selain itu, kesadaran kontemplatif komunitas Kristen Celtic atas kehadiran Allah di tengah alam semesta tercermin dalam lukisan, susastra, dan musik yang mereka wariskan. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Dr. Doornenbal menyimpulkan bahwa spiritualitas Kekristenan Celtic cukup relevan bagi peradaban post-Christendom. Meskipun kontribusinya terhadap krisis kemanusiaan di Barat, seperti kapitalisme neoliberal, masih perlu ditinjau lebih lanjut, Dr. Doornenbal telah menemukan sebuah working hypothesis bagi gereja-gereja Barat yang tengah menghadapi perubahan signifikan dalam lanskap misionalnya. (Theresia)